Memenggal Konstelasi Soang

Benji
5 min readNov 21, 2021

--

Pterodacygnus. pen on paper, inverted

Aku menyebutnya lagu terbaik dari dekade 2020-an. Lebih sering lagi, aku merasa ia adalah lagu termantap yang pernah ditulis spesies kita sejak bisa berjalan tegak. Cygnus adalah judul lagu itu, lagu yang digubah manakala aksi post-metal unggulan Cult of Luna menyatukan kekuatan dengan vokalis andal dari benua seberang, Julie Christmas.

Saking hebatnya, dari rekaman-rekaman video yang kulihat di Youtube, mereka bahkan kesulitan membawa lagu itu dalam versi live yang serupa dengan versi rekaman.

Sedari pertama mendengar Sabbath, Deep Purple, dan lainnya dalam kaset kompilasi milik pamanku, ini bukan perjalanan aural singkat hingga tiba di post-metal, terutama Cult of Luna dan Cygnus. Tahu apa aku soal teknis lagu?

Kendati demikian, perjalanan yang kelewat panjang untuk dijabarkan itu juga menumbuhkan gagasan rada abstrak menyoal lagu yang bisa menantang kata “sempurna”, menyelengkat kata “mahakarya”. Aku mungkin tak pernah kehabisan kata-kata (atau sebaliknya, tak bisa berbicara apa-apa) soal lagu ini. Aku pernah menulis soal Mariner, album di mana Cygnus termaktub — itu sepertinya terakhir kali aku membuat satu tulisan penuh soal album rekaman.

Hanya sekali aku membaca soal konsep yang ada dalam Mariner, (sepertinya) soal pengembaraan antariksa yang finis pada lagu Cygnus. Mereka, para mariner itu atau siapalah, bertemu monster atau apalah, sesuatu yang bukan main enormous di langit hitam sana. Aku tak betul-betul peduli dengan ide para musisi, toh kebanyakan dari mereka juga membebaskan lagu-lagu mereka diinterpretasikan berbeda oleh para pendengarnya. Katakanlah, album Balada Joni dan Susi dari Melancholic Bitch, ia tidak selalu soal pelarian sepasang kekasih, kau bisa menerjemahkannya sendiri sesuai suasana hati.

Kurasa Cygnus dipilih sebagai judul lantaran dalam ejaan Inggris ia terdengar nyaris persis seperti sickness. Namun, aku tidak sedang berada dalam mood untuk meng-overanalyze apa pun.

Kembalikan pada judulnya, Cygnus, apa pun yang terjadi pada kisah yang ditulis Cult of Luna dan Julie Christmas, mereka menjuduli lagu itu nama konstelasi. Tidak seperti nama dan bentuk konstelasi lain yang kadang terasa terlampau khayali, Cygnus (dari kata bahasa Yunani yang di-latinkan) memang tampak seperti angsa yang sedang terbang. Atau Pterodactyl, jika Ptolemy atau siapa pun dari abad kedua anno domini yang memberinya nama itu sudah tahu akan keberadaan dinosaurus.

sauce: sky at night magazine

Deneb, salah satu bintang paling terang yang bisa dilihat dari bumi dalam konstelasi Cygnus dijadikan ekor. Aku juga tidak paham kenapa mereka tidak menjadikannya kepala atau mata. Cygnus bisa saja menjadi burung berekor panjang, dengan Deneb sebagai matanya. Alih-alih ekor (Dhanab (arab): ekor). Dan soang, mungkin adalah ejaan orang Prancis untuk swan.

Sangat nikmat menulis tanpa terbebani kewajiban untuk membuatnya sangat merekat, dengan penuh ketelitian demi akurasi seperti pekerjaanku sekarang. Dari membicarakan bentuk konstelasi dan bintangnya yang paling terang, aku tak merasa perlu harus mengatakan apa-apa sebelum melompat kembali membicarakan Cygnus sebagai judul lagu.

Ada satu stanza dalam Cygnus yang kupegang erat. Di tengah hiruk-pikuk kemegahan raungan komposisi post-metal, Julie Christmas menyanyikannya berulang-ulang.

Leave her to her withered songs
tunnels painted like the dawn
write your letter to the night
songless, sightless, silent giant

Ini adalah bagian yang kusenandungkan berulang-ulang ketika aku hampir gila keluyuran seorang diri di Pulau Dewata. Untuk lagu yang kuanggap titik tertinggi dalam konteks musikal, ia sebetulnya tak cukup sering kudengarkan. Mungkin karena khawatiran takut magisnya hilang. Begitu banyak hal-hal remeh yang bisa dikhawatirkan. Yang pasti, ketika kembali ke rumah dan hujan luar-dalam begitu deras, aku mendengarkan Cygnus lagi.

Lima tahun setelah Mariner yang bermuatan Cygnus rilis, aku menyadari satu hal. Semakin lama mendengarkannya, kurasa akan semakin banyak yang bisa diungkap dari lagu-lagu macam ini. Stanza itu dimodifikasi dari lirik yang telah muncul sebelumnya. Ia dipendekkan menuju penggalan yang ternyata bisa disenandungkan dengan lirik lagu ninabobo paling terkenal dari abad 19, Twinkle Twinkle Little Star. Nyaris bisa.

Ada lima stanza dalam puisi yang ditulis oleh Jane Taylor itu. Setiap verse dibelah atau dijejalkan ke dalam tujuh silabel, atau beat — aku tidak tahu apa-apa soal puisi, hal terdekat yang kutahu soal puisi dan puitis adalah skateboarding.

Twinkle, twinkle, little star,
How I wonder what you are!
Up above the world so high,
Like a diamond in the sky.

Seluruh verse dipatahkan jadi tujuh (twi-nkle-twi-nkle-lit-tle-star, dan seterusnya). Cygnus berbagi kesamaan dengannya, selain verse terakhir dalam stanza itu dibelah menjadi delapan silabel (song-less, sight-less si-lent gi-ant).

Ketika Twinkle… secara tertib menghadirkan tujuh silabel tiap verse-nya, mungkin demi efek repetitif, Cygnus justru memelintir verse terakhirnya menjadi satu silabel lebih panjang. Barangkali untuk menghadirkan kelegaan, rilis, atau daya ledak, tergantung bagaimana Julie Christmas menyanyikannya.

Cult of Luna & Julie Christmas — Mariner

Aku tak bisa percaya ocehan soal musik dari siapa pun yang memberi nilai di bawah 9,4 kepada album ini.

Sangat nikmat menulis tanpa terbebani kewajiban untuk memberikan poin yang tegas. Aku tidak berniat menyampaikan apa-apa, tetapi sepertinya ada yang bisa dijadikan poin utama. Barangkali ini: Cygnus punya stanza yang repetitif dalam format kesederhanaan yang serupa dengan lagu anak-anak, sebuah tembang ninabobo, kendati minus skema rima yang lebih ajek. Barangkali itu tidak disengaja, mungkin pula didasari dari lagu/puisi lain lagi, tapi inilah yang kutangkap hari-hari ini. (Salah satu) lagu termasyhur yang pernah dibikin manusia itu memang menampilkan ledakan yang paripurna, tetapi tak luput menyelipkan nada pengantar tidur di dalamnya.

Seperti anak-anak, pula seperti kesenangan orang-orang dulu menengadah ke langit (yang tak banyak gunanya jika dilakukan di kota besar kini). Hal yang sama dilakukan banyak musisi yang memainkan post-rock, post-metal, dan ironis dengan namanya, shoegaze.

Kupikir titik tertinggi musik itu berhenti di 2016. Namun tahun berikutnya, dari disiplin musik serupa, Amenra menulis salah satu epik paling pedih yang pernah ada. Selanjutnya, ketika kehidupan berubah drastis pada 2020, The Ocean keukeuh membicarakan zaman purba dalam albumnya yang memuat tembang dahsyat ini.

Aku mungkin menua dan menjelma mereka yang meyakini musik bagus hanya eksis pada zaman mereka. Aku mungkin menua dan menjelma mereka yang meyakini musik bagus hanya bisa ditemukan pada genre/subgenre yang mereka sembah. Lagu-lagu non post-metal yang lebih pendek dengan struktur yang lebih sederhana, yang tak hanya menyenangkan tapi juga pantas dikagumi tentu masih cukup mudah untuk ditemukan. Di luar sana masih ada The Hu, Heilung, dan banyak lagi. Aku bahkan menikmati The Kiffness mengaransemen nada-nada dari hewan.

Tetapi perihal lagu panjang yang dirakit dengan teramat penuh perhatian pada detail yang bisa diberi stempel epik, masterpiece, karya agung, dsb. seperti Cygnus bagiku, tidak banyak penantangnya. Akan selalu ada yang baru, yang sama atau bahkan lebih hebat, andai kita punya cukup waktu, tenaga, dan pengetahuan untuk melihat dan menyerap sekeliling. Aku, dan kau, mungkin menua dan tak lagi sanggup melakukannya. Cuci kaki, gosok gigi, dan dininabobokan lagu yang itu-itu saja.

--

--